Asessment penyalahguna narkoba itu ibarat visum et repertum demikian ungkapan Brigjen Pol dr. Budyo Prasetyo Sp RM, Direktur Penguatan Rehabilitasi Komponen Swasta di acara pertemuan dengan stake holders rehabilitasi koban narkoba. Acara itu digagas dalam rangka menyamakan persepsi diantara para pihak yang bergerak dalam rehabilitasi korban penyalahguna narkoba pada hari Jum’at 21 Maret 2014 di lantai 7 gedung BNN Cawang Jakarta Timur.
Lebih lanjut dr Budyo menjelaskan bahwa ketika seorang korban tindak pidana kekerasan terjadi, sesuai standar operasional prosedur Polisi selalu meminta visum et repertum kepada dokter. Visum et repertum digunakan oleh penyidik untuk melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang berisikan informasi apa saja penyebab dari tindak pidana kekerasan itu dan sejauh mana status kesehatan korban terganggu.
Selama ini dalam kasus narkoba, ketika Polisi menangkap korban penyalah guna narkoba, mereka langsung membuat BAP tanpa meminta terlebih dahulu visum et repertum dari dokter apakah si tertangkap itu benar benar pengguna narkoba. Dalam kasus narkoba, visum et repertum bisa dinamakan dengan asessmen.
Sistem Asessment merupakan terobosan bermakna Badan Narkotika Nasional (BNN) menggagas tahun 2014 sebagai tahun penyelamatan korban narkoba. Oleh karena itu dalam proses penanganan terduga, tersangka, terdakwa, atau narapidana dalam penyalahgunaan narkotika penyalah guna narkoba ditetapkan Nota Kesepakatan Bersama / Peraturan bersama antara Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BNN.
Tujuan dari diterbitkannya kesepakatan bersama antara instansi penegak hukum terkait itu adalah untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan social bagi penyalahguna dan pecandu narkotika. Tujuan lainnya adalah untuk mewujudkan koordinasi dan kerjasama secara optimal antar instasi penegak hokum terkait dalam rangka penyelesaikan permasalahan narkotika dan pemberantasan peredaran gelap narkotika melalui penanganan tersangka, terdakwa atau narapidana penyala an narkotika dengan program pengobatan, perawatan dan pemulihan.
Terobosan membentuk Tim Asessment Terpadu sesungguhnya upaya dari pemerintah untuk menyelamatkan korban pengguna narkotika agar mereka mendapat pelayanan rehabilitasi dalam artian tidak dipenjara. Tim Assesmen Terpadu terdiri dari Tim Dokter yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat, Tim Penyidik yang ditetapkan oleh Kepala Satuan Kerja (Kasatker) setempat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional.
Tersangka dan/atau terdakwa penyalahgunaan narkotika yang ditangkap atau tertangkap tangan dan terdapat barang bukti dengan jumlah tertentu dan terbukti positif memakai narkotika sesuai hasil tes urine, darah dan rambut setelah dibuatkan BAP hasil laboratorium dan BAP oleh Penyidik Polri dan/atau Penyidik BNN dan telah dilengkapi dengan surat hasil Assesmen Terpadu, selama proses peradilannya berlangsung ditempatkan di lembaga rehabilitasi medis yang dikelola oleh pemerintah.
Kebijakan membentuk Tim Assesmen Terpadu merupakan suatu kemajuan berarti dalam penyelamatan korban penyalah guna narkotika. Bila selama ini penyidik langsung membuat BAP si korban, namun kini BAP itu harus dilengkapi dengan dokumen hasil pemeriksaan Tim Assesmen. Dengan demikian Penyidik seperti halnya mendapatkan visum et repertum maka dari hasil pemeriksaan Tim Assesmen telah mengetahui status jelas dari tertangkap apakah dia korban penyalah guna atau pengedar narkotika.
Peran dari Tim Assesmen Terpadu ini sangat menentukan dalam penyelamatan korban penyalahguna narkotika sebagai amanat dari Undang Undang Nomer 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Perubahan paradigma tentang status seorang penyalahguna yang selama ini dianggap sebagai kriminal seperti yang tercantum dalam UU nomer 23 tahun 1992 berubah menjadi status korban yang harus diselamatkan.
Tim Assesmen terpadu sebagai tim profesional dalam bidangnya dapat menentukan seorang penyalahguna narkotika itu dalam 3 tingkat keparahan. Tingkat keparahan pertama dikategorikan sebagai ringan menunjukkan kondisi seorang pengguna masih coba coba, penggunaan narkotika dianggap sebagai rekreasi dan digunakan sesuai dengan situasi tertentu. Tingkat keparahan sedang di tandai kondisi factual korban yang menggunakan narkotika secara teratur lebih dari 2 kali dalam seminggu dan mereka bisa saja menggunakan 1 atau lebih jenis narkoba. Tingkat keparahan kategori berat ditandai dengan penggunaan narkotika setiap hari, mereka mengunakan narkoba suntik dan telah ditemukan komplikasi medis dan psikis akibat penyalahgunaan narkotika tersebut.
Prosedur yang dilakukan Tim Assesmen terpadu ketika menerima penyalahguna narkotika dari penyidik berupa pemeriksaan fisik, psikis dan laboratorium. Setelah pemeriksaan tersebut dilakukan maka dapat ditetapkan status penyalahguna narkotika itu apakah termasuk dalam kelompok coba/pakai teratur pakai atau termasuk dalam kelompok pecandu suntik dan non suntik. Bagi penyalah guna narkoba kategori coba coba pakai mereka di sarankan kepada penyidik untuk wajib lapor, dilakukan konseling indoividu dan psiko edukasi keluarga. Khusus untuk penyalahguna narkotika pecandu berat mereka diwajibkan mengikuti proses rawat jalan dan rawat inap bagi yang menderita komplikasi medis.
Mudah mudahan dengan dibentuknya Lembaga Assesmen ini angka kematian korban penyalah guna 40 0rang dalam sehari bisa diturunkan. Korban penyalahghuna guna harus direhabilitasi, mereka bisa pulih dan menjadi warga negara yang produktif. Sebaliknya apabila pengguna narkoba yang sebagian besar berasal dari usia produktif bahkan remaja dipenjarakan maka masa depan mereka seolah olah dihancurkan akibat salah dalam menetapkan kebijakan menyelamatkan anak bangsa dari dampak buruk narkotika.
Salam Indonesia Raya Bebas Narkoba
Oleh: Thamrin Dahlan
Sumber: www.indonesiabergegas.com