BNN mengamankan Pony Tjandra (47) Napi LP Cipinang yang diduga kuat sebagai bandar narkoba sekaligus terlibat dalam kejahatan pencucian uang, pada 25 September 2014, di Perumahan Pantai Mutiara Blok R No.21 Pluit Jakarta Utara. BNN juga mengamankan istrinya bernama Santi (47) di perumahan Griya Agung, Cempaka Baru Kemayoran.
Dari tangan Pony, BNN menyita barang bukti berupa 1 unit rumah di Perumahan Pantai Mutiara Blok R No.21 Pluit Jakarta Utara dan 1 unit rumah di Cempaka Baru Kemayoran, 1 unit mobil Jaguar, 1 unit mobil Honda Odysey, 2 unit jet ski, 3 unit motor gede Harley Davidson.
Sementara itu dari tangan Santi, BNN menyita 29 item perhiasan yang terdiri dari kalung, liontin, cincin, gelang, satu sertifikat tanah di Cilacap, 4 sertifikat tanah di Jepara, 1 sertifikat tanah di Subang, dan 1 sertifikat tanah di Pandeglang. Di Jepara, Santi mengelola bisnis butik dan memiliki sebuah lumbung padi.
Pony merupakan seorang napi dengan vonis 20 penjara karena kasus kepemilikan ekstasi sebanyak 57 ribu butir. Ia telah menghuni LP di Nusakambangan sejak tahun 2006 dan sejak dua bulan terakhir ini ia mendekam di LP Cipinang. Dari pengakuan tersangka, Pony dapat memberikan uang rutin setiap bulannya sebesar Rp 100 juta untuk keperluan keluarganya.
Pony dan Santi dijerat dengan pasal 137 huruf a dan b UU RI No.35 Tahun 2009 tentang narkotika dan Pasal 3,4,5 UU No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Atas perbuatannya, kedua tersangka ini terancam hukuman maksimal penjara selama 20 tahun.
Perputaran Uang Mencapai 600 Miliar
Penangkapan Pony merupakan hasil pengembangan kasus dari terangkapnya sejumlah bandar narkoba diantaranya Edy alias Safriady (jaringan Aceh) serta dua orang bandar lainnya yang bernama Irsan alias Amir dan Ridwan alias Johan Erick. Seluruh pembayaran dari para bandar ditujukan ke belasan rekening milik Pony yang diperkirakan mencapai angka 600 miliar.
BNN selanjutnya mengamankan Irsan (38) dan Ridwan (40) di Apartemen Mediterania Lagoon Lantai 12, Kemayoran, pada 25 September 2014 sore sekitar pukul 16.00 WIB.
Dari tangan Irsan petugas menyita 1 unit mobil Honda CRZ, 1 unit mobil Ford Ecosport, 10 perhiasan emas, , 2 buah berlian, 3 ATM, 1 unit laptop, serta barang bukti 2 linting ganja dan 0,5 gram sabu.
Sedangkan dari tangan Ridwan, petugas menyita 1 unit mobil Fortuner, uang tunai sebanyak Rp 24 juta, 3 buku tabungan BCA, 1 sertifikat tanah, 2 bidang tanah di Pontianak, 2 kavling rumah di Pontianak, 1 surat tanah di Villa Permata Sari dan 1 bong beserta alumunium foil.
Irsan dikenakan pasal 111 ayat 1, 114 ayat 2, 112 ayat 2, dan 137 huruf a dan b UU No.35 Tahun 2009 tentang narkotika dan Pasal 3,4,5 UU No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara Ridwan dikenakan pasal 114 ayat 2, pasal 112 ayat 2, pasal 137 huruf a dan b UU No.35 Tahun 2009 tentang narkotika dan Pasal 3,4,5 UU No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Mereka diancam dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Terkait Kasus Agung Adiyaksa
Jaringan Irsan dan Ridwan memiliki keterkaitan dengan jaringan Agung Adiyaksa (ipar dari AKBP Idha) yang merupakan jaringan narkotika Pontianak. Sejak 2008, jaringan Irsan dan Ridwan diduga kuat telah menerima pembayaran atas pemesanan sabu yang dilakukan oleh jaringan Agung.
BNN terus melakukan pengembangan kasus ini untuk mengetahui jumlah transaksi melalui rekening yang dimiliki oleh para tersangka secara mendetil, dan tidak menutup kemungkinan akan menyita sejumlah aset yang lainnya.
Sumber: http://www.bnn.go.id/