Kembali ke jalan yang lurus memang bukan hal yang mudah. Begitu pun dengan sosok Edwyn Kertawinnata, seorang pria asal Jakarta berdarah sunda yang berjuang menembus batas untuk mendapatkan kehidupan yang normal kembali, setelah beberapa waktu terperosok dalam penyalahgunaan narkoba. Berliku-liku jalan yang harus ia tempuh sehingga akhirnya mendapatkan jalur yang benar untuk membenahi kehidupannya, dan menata masa depannya.
Narkoba seolah menutup masa depan pria ini. Bertahun-tahun terjebak dalam rayuan barang haram, membuat dirinya terbelenggu depresi. Namun, Tuhan memang telah memberikan secercah cahaya baginya, sehingga membuka mata dan pikirannya untuk kembali ke jalur kehidupan yang hakiki.
Setelah lelah berkutat dengan barang haram ini, akhirnya ia memutuskan diri untuk berhenti dan menjauhi narkoba. Namun permasalahan pelik yang selalu jadi batu sandungan para ex- users adalah sugesti dan rasa enak yang sudah melekat dalam memorinya, terkadang menjadi boomerang yang bisa menyeretnya kembali relaps atau kambuh. Sementara itu, batu sandungan lainnya muncul dari stigma masyarakat yang cukup kuat, bahwa pengguna narkoba ataupun mantan pengguna narkoba bukan menjadi bagian masyarakat yang produktif dan memiliki kompetensi yang baik.
Dua realitas di atas kadang menjadi pemicu para pecandu untuk kembali ke dunianya.
Begitu pun dengan Edwyn, ia sempat memiliki kebingungan untuk menjalani kehidupan.. Namun Tuhan memang telah memberikan jalan baginya untuknya. Lewat pertemuanya dengan Dr Aisah Dahlan, seorang pakar terapi pemulihan narkoba, Edwyn menemukan lembaran baru kehidupannya.
Job Therapy
Terapi dengan bekerja merupakan langkah yang cukup efektif dalam upaya pemulihan dari ketergantungan narkoba. Dengan bekerja , seorang mantan pecandu akan bisa mengalihkan pikirannya dari kemungkinan kembalinya sugesti rasa narkoba.
Edwyn sadar betul, jika pekerjaan akan membuatnya lebih fokus menjalani kehidupannya.
Perkenalannya dengan dr Aisah Dahlan, menggiring dirinya untuk masuk ke dalam dunia sesungguhnya. Job Therapy yang ia dapatkan dari Aisah Dahlan mendorong ia dan rekan lainnya yang tergabung dalam Sahabat Rekan Sebaya (SRS), yaitu sebuah organisasi yang menampung para mantan untuk mengembangkan dirinya pasca rehabilitasi (after care). Dalam wadah ini, para mantan pencadu didorong untuk menggali potensinya masing-masing, untuk mengetahui apa kelebihan dirinya, dan berusaha melihat setiap celah kesempatan menjadi ladang rejeki.
Pendekatan SRS, tergolong sederhana. Setiap anggotanya hanya tinggal memahami apa kelebihan dari dirinya dan bakat apa yang terpendam pada jiwanya. Setelah itu, pihak pengelola SRS akan menyediakan sarana untuk memfasilitasi mereka. Misal, seseorang yang suka musik, maka SRS akan menyediakan wahana untuk mengasah kemampuan musikalnya.
Sementara itu, Edwyn yang sangat hobi dalam dunia flora dan fauna diberikan fasilitas untuk mengembangkan minatnya. Dengan bidang yang ia sukai inilah Edwyn mulai mewujudkan hobinya untuk mencari penghasilan.
Kelinci Menjadi Berkah
Terapi dengan bekerja berawal dari tahun 2003. Saat itu Edwyn yang hobi dengan flora fauna mulai mencurahkan insting bisnisnya dalam dunia ikan louhan. Pada periode tersebut, trend louhan sedang meningkat, dan bagi Edwyn, situasi ini menjadi berkah tersendiri. Sedikit demi sedikit ia bisa mengais keuntungan yang cukup untuk mencukupi hidupnya. Namun seiring berjalannya waktu, trend louhan semakin surut, dan kondis ini tentu saja mempengaruhi usahanya di bidang ini, sehingga akhirnya ia harus banting setir ke bidang yang lain.
Berhenti dari louhan terus membuat otaknya bekerja untuk mencari peluang-peluang baru yang bisa menghasilkan. Kecintaannya pada dunia agrobisnis, mempertemukannya dengan tanaman hias. Secara resmi pada awal 2005, ia pun membuka usaha nursery, atau penyediaan bibit tanaman. Bahkan ia sempat membentuk organisasi POKTAN atau Ikatan Pecinta Tanaman Hias, yang bermarkas di Tanjung Barat. Namun lagi-lagi, trend menjadi pengganjal roda bisnisnya. Penurunan minat masyarakat dalam tanaman, membuatnya berpikir seribu cara agar bisa menemukan ladang bisnis lainnya yang lebih tepat dan lebih memberikan dirinya kemapanan.
Tahun 2007, menjadi tahun keberuntungan bagi Edwyn. Kisah suksesnya ayah satu anak ini berawal dari perjalanannya ke sebuah kota kecil Ciamis, Jawa Barat. Perjalanan ke kota ini hanya semata untuk bersilaturahmi. Tidak banyak oleh-oleh yang ia bawa dari kota ini, karena hanya seekor kelinci yang ia angkut ke Jakarta. Seekor kelinci tipe pedaging yang merupakan hadiah dari bibinya ia rawat dengan baik. Merasa kasihan dengan kesendirian sang kelinci ini, Edwyn pun membeli pejantannya di sebuah pasar. Penjodohan kelinci ini pun menuai hasil, karena pasangan ini menghasilkan beberapa ekor kelinci. Tanpa diduga, anak-anak kelinci ini diminati sejumlah kawannya. Inilah momen yang mendorong dirinya untuk lebih serius menggeluti dunia kelinci. Dari modal hanya seekor kelinci dan uang 50 ribu rupiah, kini ratusan jumlah kelinci sudah ia miliki.
Dunia kelinci telah menjadi berkah yang sangat besar bagi pria kelahiran 27 Januari 1977 ini. Awalnya Edwyn hanya menyediakan tipe kelinci pedaging, namun kini ia memiliki hampir semua tipe kelinci hias yang banyak diminati masyarakat, seperti Fuzzylope, Anggora, Rex dan Rexa. Bisnis kelinci memang cukup menggiurkan, karena bandrol harga yang dimiliki setiap ekor kelinci ini relatif tinggi, antara 200 hingga 2 juta rupiah. Setian bulannya, penghasilan Edwyn melebihi angka 30 juta, dan hal ini sangatlah berarti bagi dirinya dan keluarga.
Keberhasilan seperti bisa menjadi percontohan bagi para mantan pecandu yang kini masih kesulitan membenahi kehidupannya. Kebanyakan ex-users masih terjebak dalam stigma, sehingga kesulitan untuk berkarya. Eksistensi Edwyn yang kini menjabat sebagai Kepala Divisi Indonsian Rabbit Association, bisa menjadi cambuk bagi rekan-rekan mantan pecandu lainnya untuk bisa melihat potensi dirinya, lalu menggalinya sehingga bisa teraplikasi dalam dunia kerja. (BK)