Saat pertama bertemu, Ia baru beberapa bulan keluar dari penjara. Gaya bicaranya cerdas, sesekali diselingi bahasa inggris. Ia menguasai bahasa Inggris dengan baik. Kadang wajahnya menunduk saat di tanya, kadang ia bicara dengan penuh semangat, kadangkala Ia tertawa dan menggaruk wajahnya tanpa sebab. Namun yang pasti rasa sesal yang kental tersirat dari tatapan matanya yang tajam.
Namanya Helmy (bukan nama sebenarnya). Tidak ada ciri spesifik yang menunjukkan Ia mantan pemakai narkoba. Pria kelahiran 39 tahun lalu ini, seharusnya saat sudah mengantongi ijazah sarjana sastra inggris saat ini bila narkoba tidak merampas kebahagiaan masa remajanya.
Helmy berasal dari keluarga yang taat beragama. Papa mamanya dan keempat saudaranya pengikut aliran Advent Hari Ketujuh yang taat. Saudaranya ada lima. Helmy adalah anak ke tiga. Larangan agama untuk tidak merokok dan minum kopi, teh, hingga minuman keras sangat dipatuhi orang tuanya.
Masa kanak – kanaknya Ia lalui seperti anak yang lain, tapi Ia akui sifatnya sedikit memberontak sehingga membuat orang tuanya kesal. Helmy agak lain dibandingkan saudara – saudaranya. Mereka sangat takut pada Papanya yang tegas dan disiplin, namun Helmy tidak.
Papa Helmy, seorang guru bahasa inggris. Papanya juga membuka kursus bahasa Inggris di rumah. Kehidupan keluarganya lumayan, meski tidak terlalu kaya. Ia rasa kebandelannya masih dalam batas wajar, saat SD Ia suka membolos ikut sama teman – teman main ke kali atau nongkrong di pinggir stasiun KA. Sejak SD Ia berteman dengan siapa saja. Ia punya teman dari berbagai kelas ekonomi. Mulai dari orang kaya sampai pengamen dari gerbong – gerbong kereta.
Helmy senang bergaul dengan mereka sebab mereka sederhana dan apa adanya. Tentu saja Papa sering memarahinya, kalau papanya mulai mengeluarkan ikat pinggang untuk memecutnya, mamanya dengan cepat melindunginya. Mamanya adalah satu – satunya orang yang menyayanginya.
Ia memang sedikit menyimpang dari saudara – saudaranya. Ia nggak suka melihat situasi rumah yang tentram. Ia selalu ingin memberontak, hidup tanpa gejolak membuatnya jenuh. Tapi memang dasarnya Ia type anak yang pemberontak di omelin yang seperti apapun tetap nggak mempan. Helmy kerap kali suka pulang malam. Meski pagar rumah sudah dikunci, Ia tetap saja bisa menyelinap masuk.
Hingga ia masuk SMP jiwanya semakin gelisah, bahkan Helmy mulai merokok dan bergaulnya pun kini dengan anak – anak yang berduit dan orang tua mereka yang memiliki jabatan tinggi. Satu hari ketika Helmy baru pulang sekolah dan mampir kerumah temannya, temannya memberikan selinting ganja. Helmy yang pada dasarnya selalu ingin mencoba terlihat gaul menyambut pemberian temannya, “Lu Coba dech ini cimeng, lebih hebat dari rokok….” Katanya sambil menyodorkan ganja pada Helmy.
Di hisapnya ganja dengan perasaan ingin tahu. Ia benar – benar seperti lelaki sejati. Soalnya waktu SMP ia mengaku ada temannya yang culun, dan Ia tidak ingin digolongkan sebagai anak yang culun. Dari nyimeng Ia mulai mencoba minum – minuman keras. Dan Lebih parahnya kalau lagi nyimeng Ia merasa keren fungky dan macho sedunia.
Sampai satu ketika sebuah mobil berhenti polisi yang sedang operasi berhenti tepat di depan Helmy dan kawan –kawannya nongkrong dan sedang nyimeng . Dan berakhirlah sudah sepak terjang anak muda ini, dan kejadian itu membuatnya sadar bahwa sikapnya selama ini salah, namun terlambat Ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. (JD)
Sumber: www.bnn.go.id